Girl #3
Aku kembali ke dalam kamarku setelah perutku diisi puluhan gram karbohidrat, lemak, protein, mineral, dan kawan-kawan mereka. Tubuhku berhenti setelah mendengar sebuah tawa yang selalu ku nikmati selama enam bulan terakhir. Tawa sederhana karena hanya berbunyi hahahah tidak seperti kebanyakan orang yang kukenal seumur hidupku. Aku mendekati jendela kamarku. Menatap sosok yang mengendong tas besar yang memiliki warna sebagai penanda jika tas ini milik seorang wanita. Ia berjalan ringan melewati rumahku.
Aku menatap jalan yang memantulkan suhu panas dari matahari. Tangan mengepal dan memukul bibir jendela. Memarihi dirinya tanpa mengeluarkan bunyi apapun. Aku membencinya, tapi hal itu tak pernah terjadi dengan nyatanya. Dengan kondisi seperti ini tak mungkin aku membencinya. Untuk sekarang aku hanya berusaha untuk membuat dirinya benci sebelum aku membencinya. Itu semua agar aku bisa tenang mengakhiri rasa yang setiap kali bergejolak.
Aku meraih handphone. Jari tanganku dengan lihai menari di atas layar. Ternayata jari tanganku masih hafal namanya.
Satu jam yang lalu. Ia memposting sesuatu. Aku tahu siapa yang ada di gambar itu. Aku beralih membaca tulisan yang berada di bawahnya.
"Kenapa ketika kau tahu jika kita memiliki perasaan yang sama kau malah pergi menjauh"
Dia menyindirku. Aku yakin akan hal itu. Dia sudah sadar akan apa yang aku lakukan. Dia tahu jika aku menjauh darinya. Rasa takut mulai muncul. Aku mulai takut jika dia bertahan dengan keadaan seperti itu. Itu berarti dia tak akan membenci diriku.
Aku merasakan jantungku berdebar kencang. Sepertinya dia sadar akan semua yang aku lakukan sebelumnya. Dia sadar jika aku tidak hanya sekedar mengarang sebuah cerita. Bodohnya aku! Kenapa aku harus membodohi orang pintar sepertinya.
Sekali lagi aku menahan marah dengan memegang handphoneku kuat-kuat. Menundukkan kepalaku dan memejamkan mataku agar air mata tidak keluar dari celah mataku. Aku terlalu lemah menghadapi semua ini. Aku tak pernah bisa sepertinya yang bisa tetap tenang dengan masalah besar yang menimpa aku dan dia.
Apa mungkin dia sudah menemukan lelaki yang baru? Apa mungkin dirinya sudah menemukan kebahagian yang lain?
Jika dugaanku benar maka aku akan melakukan hal yang lebih darinya. Akan ku tunjukan kebahagianku dengan yang lain di depannya. Aku tak boleh serapuh itu hanya karena seorang wanita menyebalkan sepertinya.
Aku menarik nafas. Ku bebaskan beban setelah aku meyakinkan diriku sendiri. Aku mengalihkan akunku ke akun yang lain. Aku melihat daftar kontak. Aku melihat nama alaynya. Jariku ragu untuk menambahkan nama alaynya itu ke kontak akunku.
Setelah beberapa saat aku melamun, akhirnya aku mengundangnya ke kontakku. Banyak hal yang harus benar-benar aku pikirkan untuk menambahnya sebagai bagian dari kontak akunku. Tak pernah aku merasa segugup ini. Aku yakin jika besok aku tidak akan berani melihatnya. Biarkan dia merasa bahagia hari ini. Dan hari-hari kemudian dia akan merasakan apa yang aku rasakan karena kecerobohannya yang nyaris menghentikan nafasku.
Aku menatap jalan yang memantulkan suhu panas dari matahari. Tangan mengepal dan memukul bibir jendela. Memarihi dirinya tanpa mengeluarkan bunyi apapun. Aku membencinya, tapi hal itu tak pernah terjadi dengan nyatanya. Dengan kondisi seperti ini tak mungkin aku membencinya. Untuk sekarang aku hanya berusaha untuk membuat dirinya benci sebelum aku membencinya. Itu semua agar aku bisa tenang mengakhiri rasa yang setiap kali bergejolak.
Aku meraih handphone. Jari tanganku dengan lihai menari di atas layar. Ternayata jari tanganku masih hafal namanya.
Satu jam yang lalu. Ia memposting sesuatu. Aku tahu siapa yang ada di gambar itu. Aku beralih membaca tulisan yang berada di bawahnya.
"Kenapa ketika kau tahu jika kita memiliki perasaan yang sama kau malah pergi menjauh"
Dia menyindirku. Aku yakin akan hal itu. Dia sudah sadar akan apa yang aku lakukan. Dia tahu jika aku menjauh darinya. Rasa takut mulai muncul. Aku mulai takut jika dia bertahan dengan keadaan seperti itu. Itu berarti dia tak akan membenci diriku.
Aku merasakan jantungku berdebar kencang. Sepertinya dia sadar akan semua yang aku lakukan sebelumnya. Dia sadar jika aku tidak hanya sekedar mengarang sebuah cerita. Bodohnya aku! Kenapa aku harus membodohi orang pintar sepertinya.
Sekali lagi aku menahan marah dengan memegang handphoneku kuat-kuat. Menundukkan kepalaku dan memejamkan mataku agar air mata tidak keluar dari celah mataku. Aku terlalu lemah menghadapi semua ini. Aku tak pernah bisa sepertinya yang bisa tetap tenang dengan masalah besar yang menimpa aku dan dia.
Apa mungkin dia sudah menemukan lelaki yang baru? Apa mungkin dirinya sudah menemukan kebahagian yang lain?
Jika dugaanku benar maka aku akan melakukan hal yang lebih darinya. Akan ku tunjukan kebahagianku dengan yang lain di depannya. Aku tak boleh serapuh itu hanya karena seorang wanita menyebalkan sepertinya.
Aku menarik nafas. Ku bebaskan beban setelah aku meyakinkan diriku sendiri. Aku mengalihkan akunku ke akun yang lain. Aku melihat daftar kontak. Aku melihat nama alaynya. Jariku ragu untuk menambahkan nama alaynya itu ke kontak akunku.
Setelah beberapa saat aku melamun, akhirnya aku mengundangnya ke kontakku. Banyak hal yang harus benar-benar aku pikirkan untuk menambahnya sebagai bagian dari kontak akunku. Tak pernah aku merasa segugup ini. Aku yakin jika besok aku tidak akan berani melihatnya. Biarkan dia merasa bahagia hari ini. Dan hari-hari kemudian dia akan merasakan apa yang aku rasakan karena kecerobohannya yang nyaris menghentikan nafasku.
Komentar
Posting Komentar