Boy #3

Hari ini dia diam. Tak banyak bertingkah. Bicara seperlunya. Menyontek semampunya. Tertawa sebisanya. Menatapku sekejap. Aku masih kesal dengan kelakuannya kemarin. Dia begitu bencinya padaku sampai tak menyadari jika diriku sangat sensitif akan apa yang ia lakukan.
Aku pikir dia sudah menganggapku normal sebagai manusia yang biasa ada di sekitarnya. Namun, sepertinya butuh waktu beribu-ribu jam untuknya melakukan hal itu padaku. Sangking dahsyatnya kebohongan yang aku dan dia buat, membuat jalur hidup ku dan dia terganggu setiap kali bertemu. Sulit bagiku mengucapkan kata ganti orang pertama dan kedua yang jamak itu. Mungkin kata itu hanya bisa aku gunakan di masa laluku.
Sekarang dia hanya bisa mengobrol dengan sebuah kelompok kecil di ruangan. Hal itu masih membuatku merasa cemburu. Cemburu karena dia selalu saja membedakan diriku dengan orang lain. Aku tidak tahu apa karena kondisi fisikku atau apapun itu. Rasanya aku tidak pernah mendapatkan kesempurnaan darinya.
Kecerobohan. Hanya karena satu like yang aku berikan pada orang lain dia langsung membuang jauh-jauh namaku. Itu berlebihan. Seharusnya dia paham dengan maksudku itu.
Setengah tahun dia melihatku, mustahil jika dia tidak mengerti cara memandangku kepada orang lain. Aku tidak suka berbicara sesuatu secara langsung kepada siapapun. Aku selalu menyematkan hal itu secara murni dalam sepenggal kata-kata. Aku hanya akan mengeluarkan semua ini ketika aku tidak bisa menahan semua ini karena kebencianmu yang semakin melunjak dari hari ke hari, karena kebohonganmu akan perasaan yang yang kau sembunyikan dari ku itu.
Mengingat semua itu aku menjadi tahu aku lebih layak membencimu dibandingkan mengharapkan maaf dari mulutmu yang selalu terkunci kepadaku.
Dia baru menyindirku. Baru saja. Sekitar sepuluh detik yang lalu. Apakah sulit baginya mengatakan kekesalannya padaku langsung. Setidaknya aku akan diam dan tidak melakukan hal ini padanya.
Bel berbunyi. Aku langsung pergi tanpa melihatnya. Lagi pula dia sudah pergi lebih dahulu.
Aku sudah tidak tahu lagi harus membicarakan tentangnya. Hah, hatiku benar-benar di buat kesal olehnya.
"Lus!" suara itu tidak asing. Aku membalikkan tubuhku. Dia berlari kecil menghampiriku. Orang-orang yang memiliki perasaan yang sama seperti yang aku rasakan pasti akan merasakan detak jantungnya berdebar kencang, tapi aku tidak merasakan itu. Aku merasa jantungku tidak berdetak karena aku menahan nafasku beberapa saat.
"Pinjem buku!" Aku berusaha bersikap dingin padanya.
"Buku apa?"
"Tugas yang tadi." jawabnya. Ia mulai terlihat gelisah jika berlama-lama denganku.
"Maka, tulis!" jawabku penuh penekanan sambil merogoh isi tasku.
"Terserah, cepet!"
"Nah!" dia langsung berlari menjauh dariku.
Cepat sekali dia pergi, sedangkan untuk datang dia sangat susah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

#VoiceGirlHeartBoy

Girl #3